ORIENTASI
BARU DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Pengantar
Untuk
melihat dan meninjau orientasi baru dalam bidang pendidikan terdahulunya diawali dengan
sebuah ilustrasi yang bisa membantu
bahkan menggugah para guru dan akademisi di bidang pendidikan agar mampu berpijak
pada landasan yang benar dalam menata bidang pendidikan yang berwajah baru
sesuai dengan hakekat dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya. Adapun
ilustrasi adalah sebagai berikut: “Ketika para guru, dan akademisi di bidang pendidikan
berkumpul, murid-murid bertanya: untuk apa mereka berdiskusi tentang
pendidikan? Apakah untuk mempersiapkan masa depan kami?” Ilustrasi ini sangat
menantang agar setiap insan pendidik
semestinya sadar akan panggilan dan tanggung
jawabnya sebagai pendidik.
Orientasi
baru dalam dunia pendidikan berakar pada prinsip filosofis tentang hakikat anak
manusia yang dilengkapi dengan aspek fisik (keragaan) dan psikis (jiwa). Kedua aspek ini menjadi dasar bagi
terbentuknya/lahir dan berkembang aspek yang lain. Aspek fisik dan psikis
mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Istilah
pertumbuhan dan perkembangan seringkali digunakan secara bersamaan bahkan
bergantian, seolah-olah keduanya memiliki pengertian dan makna yang sama karena
menunjukkan adanya suatu proses perubahan tertentu yang mengarah pada suatu
kemajuan. Pertumbuhan merupakan perubahan dalam aspek jasmani seperti
berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, dan semakin
sempurnya jaringan syaraf. Dengan kata lain, pertumbuhan itu lebih bersifat
kuantitatif dan terbatas pada perubahan fisik yang dialami individu sebagai
proses kematangan. Pertumbuhan terjadi
akibat kematangan dan belajar. Perkembangan merupakan suatu proses dalam
kehidupan manusia yang berlangsung secara terus menerus sejak masa konsepsi
sampai akhir hayat. Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan yang dialami
oleh seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut
aspek fisik maupun psikis.
·
Sistematis menunjukkan
bahwa antara bagian-bagian organisme perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling
bergantung dan saling mempengaruhi.
·
Progresif menunjukkan
bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas)
baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
·
Berkesinambungan
berarti bahwa perubahan terjadi pada bagian atau fungsi organisme itu
berlangsung secara bertahap dan berurutan serta berkelanjutan.
. Perkembangan awal merupakan dasar bagi
perkembangan selanjutnya. Dengan kata lain, peletakan landasan utama dalam pendidikan dan
perkembangan anak pada usia dini akan
menentukan arah masa depan anak dengan
tepat. Dambaan Ortu: anak sehat, cerdas,
ceria, dan berakhlak mulia. Dambaan setiap orang tua akan terwujud jika
memperhatikan perkembangan awal dari setiap anak yang dikandungnya. Akan tetapi jika orang tua salah menentukan dan
meletakkan pendidikan dan memperhatikan perkembangan anak pada saat awal maka akan
sulit untuk mengembalikan ke arah yang diinginkan setelah anak menjadi dewasa.
v Bagaimana
anak tumbuh dan berkembang?
Hakikatnya adalah ketika anak dilahirkan
sedangkan hakikat pendidikan adalah pendidikan pra janin. Semenjak janin dalam
kandungan telah terjadi proses perkembangan dan pendidikan. Misalnya Ketika
anak merespons segala sesuatu yang datang dari luar kandungan .Karena itu anak-anak
adalah sesuatu yg berharga bagi orang tua. Kalau bicara hakikat anak maka kita
melihat tumbuh kembang anak.
v Hubungan
pertumbuhan dan perkembangan
Apabila
pertumbuhan mencapai masa kematangan maka perkembangan akan terjadi dengan lebih cepat. Pertumbuhan ada dalam
perkembangan tetapi pertumbuhn ada batas waktunya sedangkan perkembangan akan
berlanjut terus menerus sampai akhir hayat hidup seseorang.
v Orientasi
baru dalam psikologi pendidikan
Orientasi
dalam psikologi pendidikan mengacu
kepada beberapa teori perkembangan manusia. Adapun keempat teori tersebut
adalah sebagai berikut:
·
Maturasional dan
biologis
Teori ini menekankan pentingnya pengaruh
biologis pada perkembangan dan mendatangkan pengaruh besar bagi praktik-praktik
pengasuhan. Maturasional dan biologis
ini mempengaruhi perubahan generasi.
·
Psikodinamika
Yaitu model yang
berpegang pada asumsi bahwa perkembangan merupakan hasil dari adanya kebutuhan
untuk memuaskan insting-insting secara terus menerus.(mekanisme pertahanan
diri)
·
Behavioral
Model ini
menyatakan bahwa perkembangan adalah hasil dari beragam jenis pembelajaran,
peniruan (imitation) dan pemodelan (modeling).
·
Kognitif-developmental
Model ini
berfokus pada peralihan antara berbagai tahapan perkembangan yang berbeda dan
memandang manusia sebagai peserta aktif
dalam proses perkembangan. Didalam orientasi psikologi pendidikn lebih pada
pendekatan teori kognitif developmental.
PSIKOLOGI
Psikologi dari bahasa Yunani Kuno. Psyche: jiwa, roh atau nafas
hidup. Logos:ilmu atau jiwa. Secara harafiah/etimologi psikologi berarti
ilmu/studi tentan g jiwa, roh, atau nafas hidup/sukma
v Definisi
psikologi menurut para ahli
·
Mussen & Rosenzwleg
(1975), psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia.
·
Crow & Crow.
Tingkah laku manusia yaitu interaksi manusia dengan dunia sekitarnya baik yang
berupa manusia lain (human relationship)
maupun yang bukan manusia seperti hewan, iklim, kebudayaan, dsb.
·
Sartain
v Bidang/cabang
kajian psikologi
·
Psikologi teoritis
·
Praktis: psikologi
pendidikan, klinis, kriminal, dan industri.
·
Umum
·
Khusus
v .Psikologi
pendidikan:
·
Mempelajari dan
mengkaji perubahan-perubahan intra individual dan perubahan-perubahan inter
individual dalam situasi pendidikan.
·
Psikolgi pendidikan
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam proses
pendidikan dan pembelajaran
·
Kajian psikologi
pendidikan dikhususkan pada proses pembelajaran yang terjadi pada manusia.
·
Sebagai pendidik, guru
perlu mengetahui perubahan-perubahan fisik, mental dan sosioemosional yang
berpengaruh terhadap gaya belajar,
dorongan serta peristiwa belajar yang dialami olh peserta didik.
·
Dengan memahami
psikologi, dapat memudahkan pendidik dalam memodifikasi perangsang-perangsang pendidik
dan pembelajaran yang sesuai
v Pendidikan
Hakekat:
·
Arti: ilmu, pendidikan,
ilmu pendidikan.
·
Pendidikan sebagai ilmu
teoritis dan praktis.
Ø Ilmu
berarti sesuatu yang telah diuji kebenarannya dan mencakup hal-hal yang
teramati
Ø Ciri-ciri:
objek, metode, sistematis, berguna, dan
universal.
Pendidikn:
aktivitas yg sengaja & terencana dari orang dewasa bertujuan memandirikan
fisik dan mental (dewasa-rohaniah)
Ø Ilmu
pendidikn: lmu yg mempelajari
hal/peristiwa yang timbul dalam praktek pendidikan.
Ø Sifat:terbuka,
teoritis, praktis, normatif, dan deskriptif.
Bimbingan
Pembelajaran Peserta didik & guru pelatihan
v Definisi
·
Pembelajaran: transfer
pendidikan, dimana guru dan murid secara bersama-sama aktif dalam proses
pembelajaran
·
Pelatihan: Untuk menunjang tercapainya tujuan
pembelajaran maka diadakan pelatihan supaya lebih terampil.
·
Bimbingan: Setiap
proses pembelajaran di dalamnya terdapat layanan bimbingan yaitu membimbing
para siswa agar mampu mencapai tujuan pembelajaran pada khususnya dan tujuan
pendidikan pada umumnya. Jadi bimbingan bukan menunggu adanya masalah tetapi
sebelum terjadi masalah para siswa harus dibimbing oleh gurunya/pendidik.
v Perbedaan
istilah Paedagogie: pendidikan dan Paedagogik:
ilmu pendidikan .
Beragam makna
pendidikn
·
Pendidikan sebagai
transformasi budaya. Pendidikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi yang lain.
·
Pendidikan sebagai
proses pembentukkan pribadi. Pndidikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis
v Istilah
yang terdapat dalam dunia pendidikan
yaitu:
·
Mendidik adalah
memimpin anak
·
Mengajar adalah proses
pemindahan pengetahuan
·
Belajar adalah proses
perubahan prilaku
·
Pembelajaran adalah
membantu orang belajar sehingga memudahkan orang untuk belajar.
Menurut Gagne
& Briggs dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator
Ciri perubahan tingkah
laku dalam belajar adalah terjadi secara sadar, kontinu dan fungsional, positif
dan aktif, tidak bersifat sementara, bertujuan dan terarah serta mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Kebutuhan
pendidikan bagi manusia:
·
Pendidikan berfungsi
memanusiakan manusia merupakan kegiatan antr manusia yaitu oleh dan untuk
manusia. Hanya manusia yang secara sadar melaksanakannya untuk manusia lainnya.
·
Binatang tidak perlu
dan dapat dididik. Hanya didorong dan dilatih hingga dapat mengerjakan sesuatu
bersifat statis.
·
Manusia sangat
membutuhkan bimbingan dan pendidikan.
Dimensi manusia
& kebutuhan pendidik
·
Filosofis: manusia tidak
berhenti berfikir. Hanya manusia yang dapat/mampu berilmu melalui pemikiran yang berulang-ulang, mendasar, komprehensif tentang sesuatu yang sudah diketahui atau belum
·
Makhluk individu: dapat
mejadikan dirinya seoptimal sesuai dengan bakat tanpa merugikan orang lain.
·
Makhluk sosial: dapat bertingkah
laku sesuai dengan nilai, norma &
aturan yg berlaku.
·
Makhluk beragama: dapat mentaati ajaranNya &
meninggalkan laranganNya, pandai
bersyukur, aktif bekerja (usaha/ikhtiar)
dan berdoa.
v Orientasi
Baru dalam Psikologi Pendidikan
The
four pillars of Education (UNESCO, 1997). Yaitu
terdiri dari:
·
Learning
to know: semua yang diketahui dan keterampilan
·
Learning
to do (belajar berkarya) dan prilaku berkarya
·
Learning
to live together: belajar hidup bersama di dalam
perbedaan
·
Learning
to be: pengembangan kepribadian
MANAJEMEN PENILAIAN
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A.
Hakikat
Penilaian Pendidikan Anak Usia Dini
·
Pengertian Penilaian
Penilaian merupakan suatu proses
pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta
didik dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan kurikulum,
pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti autentik, akurat dan konsisten.
·
Tujuan Penilaian
Secara umum tujuan penilaian adalah:
a. Memperoleh
umpan balik (feed back) dari kegiatan
yang telah dilaksanakan.
b. Sebagai
informasi untuk melaksanakan kegiatan berikutnya
c. Mengetahui
efektivitas kegiatan yang dilaksanakan, sebagai umpan balik dan perbaikan
program kegiatan berikutnya.
Berdasarkan
pengertian dan tujuan penilaian maka hakikat penilaian pendidikan adalah untuk:
Ø Mengetahui
tingkat pencapai kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
Ø Memberikan
umpan balik bagi anak didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam
proses pencapaian kompetensi.
Ø Memantau
kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami anak didik sehingga
dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
Ø Memberikan
umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan
sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.
Ø Bahan
pertimbangan guru dalam melakukan bimbingan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak didik secara optimal.
Ø Bahan
pertimbangan guru dalam menempatkan anak didik sesuai dengan minat dan
kebutuhannya.
Ø Memberikan
pilihan alternatif penilaian kepada guru.
Ø Memberikan
informasi kepada orang tua untuk melaksanakan pendidikan keluarga yang sesuai
dan berkesinambungan dengan pembelajaran di PAUD.
Ø Bahan
masukan bagi berbagai pihak dalam pembinaan selanjutnya terhadap anak didik.
Ø Menemukan
kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan anak.
Hakikat
penilaian pendidikan anak usia dini dilandasi oleh berbagai pandangan baik
landasan psikologis, didaktis pedagogis, maupun landasan administratif yang
dilihat dari sisi peserta didik dan guru.
B.
Model
Penilaian Pendidikan Anak Usia Dini
Penilaian
pendidikan anak usia dini dapat dilakukan antara lain melalui penilaian unjuk
kerja, observasi, anecdotal record,
pemberian tugas, percakapan, skala bertingkat, dan portofolio.
1)
Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian
unjuk kerja dilakukan berdasarkan tugas anak didik dalam melakukan perbuatan
yang diamati, misalnya berdoa, bernyanyi, dan berolahraga.
2)
Observasi
Observasi
adalah cara pengumpulan data untuk mendapatkan informasi melalui pengamatan
langsung terhadap sikap dan perilaku anak. Untuk itu dibutuhkan pedoman yang mengacu pada
indikator yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan pendidikan dalam
setiap bidang pengembangan. Menurut cara dan tujuannya, observasi dapat
dibedakan sebagai pengamatan partisipatif, pengamatan sistematis, dan
pengamatan eksperimental.
3)
Anecdotal Record
Anecdotal Record
atau catatan anekdot merupakan kumpulan catatan peristiwa-peristiwa penting
tentang sikap dan perilaku anak dalam situasi tertentu. Catatan ini digunakan
untuk mengetahui kreativitas anak dan ditafsirkan oleh guru sebagai bahan
penilaian setiap akhir semester. Berbagai bentuk catatan anecdotal record:
·
Bentuk evaluatif
·
Bentuk pernyataan
·
Bentuk interpretatif
·
Bentuk tafsiran
·
Bentuk deskripsi umum
·
Berupa catatan dan
pernyataan umum tentang prilaku anak dalam situasi tertentu.
·
Bentuk deskripsi khusus
·
Berupa catatan khusus
tentang prilaku anak dalam situasi khusus
4)
Pemberian Tugas
Pemberian
tugas merupakan cara penilaian berupa tugas yang harus dikerjakan anak didik dalam
waktu tertentu baik secara perorangan maupun kelompok.
5)
Percakapan
Percakapan
merupakan pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber
informasi yang dilakukan dengan dialog (tanya jawab). Penilaian percakapan ada
dua jenis yaitu penilaian percakapan terstruktur (dilakukan sengaja oleh guru
dengan menggunakan waktu khusus dan menggunakan suatu pedoman walaupun
sederhana) dan tidak terstruktur (menilai percakapan antara anak dengan guru
tanpa dipersiapkan terlebih dahulu).
6)
Skala Bertingkat
Skala
bertingkat merupkan penilaian yang memuat daftar kata-kata atau persyaratan
mengenai tingkah laku, sikap, dan atau kemampuan peserta didik. Skala penilaian
bisa berbentuk bilangan, huruf, dan ada yang berbentuk uraian.
7)
Portofolio
Portofolio
adalah kumpulan tugas dan pekerjaan seseorang secara sistematis. Portofolio
digunakan untuk mengukur prestasi belajar anak yang bertumpu pada perbedaan
individual.
C.
Prosedur
Penilaian Pendidikan Anak Usia Dini
Penilaian
pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1.
Merumuskan Kegiatan
Kegiatan
yang akan dilakukan guru harus tergambar pada program yang dibuatnya yaitu
dalam bentuk Satuan Kegiatan Harian (SKH) maupun Satuan Kegiatan Mingguan (SKM).
Dari SKH tersebut dapat ditetapkan alat penilaian mana yang akan digunakan
setelah proses pembelajaran berlangsung untuk mengukur kegiatan dan kemampuan
yang telah ditetapkan dalam SKH.
2.
Menyiapkan Alat
Penilaian
Alat
penilaian yang digunakan guru dapat dibuat sendiri atau menggunakan yang sudah
ada yang dibuat oleh orang lain. Pemakaian alat penilaian disesuaikan dengan
indikator hasil belajar yang telah ditetapkan dalam SKH. Penggunaan alat
penilaian juga pada suatu ketika dimanfaatkan sebagai alat permainan sekaligus
media pembelajaran.
3.
Menetapkan Kriteria
Penilaian
Setelah
menyiapkan alat penilaian selanjutnya guru menetapkan kriteria penilaian.
Kriteria penilaian adalah patokan ukuran keberhasilan anak. Patokan digunakan
untuk menetapkan nilai anak. Penetapan kriteria harus memperhatikan anak dan
waktu yang disediakan untuk memiliki kemampuan tersebut. Kriteria ini
ditetapkan saat guru selesai membuat alat penilaian dan sebelum digunakan.
Kriteria penilaian juga dibuat dalam bentuk skala penilaian.
D.
Pelaporan
Hasil Penilaian
Laporan penilaian
merupakan kegiatan untuk menjelaskan hasil penilaian guru terhadap pertumbuhan
dan perkembangan anak yang meliputi pembentukkan prilaku dan kemampuan dasar.
Tujuan pelaporan adalah memberikan penjelasan kepada orang tua dan pihak lain
yang memerlukan informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan serta hasil yang
dicapai oleh anak selama mereka berada dalam PAUD.
E.
Mengomunikasikan
Laporan Tertulis Secara Lisan
Pada waktu penyampaian
laporan pendidikan secara tertulis dalam bentuk Buku Laporan (BLP) kepada orang
tua/wali, guru/kepala sekolah juga diharapkan mengomunikasikannya secara lisan
mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara bertatap muka secara langsung dengan orang tua/wali peserta didik
secara perorangan maupun kelompok. Bisa juga gabungan keduanya, dimulai secara
perorangan kemudian secara kelompok dan sebaliknya.
Manusia Individual Differences
1)
Siapakah
Manusia?
Untuk
menjawabi pertanyaan tentang hakikat
manusia sebagai individual differences, pertama-tama memahami
tentang siapakah mc itu? Bagaimana
manusia hidup dalam keanekaragaman/perbedaan.
Manusia
adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai keistimewaan, diantaranya adalah
kemampuan manusia untuk berpikir, merasa dan mempertimbangkan dalam rangka
memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan keberadaan dirinya,
penyesuaian dirinya dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam sehingga ia
mampu mengendalikan dirinya dan mengendalikan lingkungan di sekitarnya.
Keistimewaan yang ada pada manusia membuat ia unik/berbeda dari yang lain. Dilihat dari perbedaan individu, Woolfolk (2009:238) mengartikan variasi atau
keanekaragaman indivu lebih pada penekanan faktor spesifik yang mempengaruhi perbedaan
antar individu pada kebudayaan.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan antar individu dalam hidup diantaranya adalah sosial ekonomi, budaya, ras,
fisik n psikologis, agama dan faktor lain. Keanekaragaman ini harus bisa diterima.
Yang harus dibatasi adalah perbedaan individu dalam proses pembelajaran.
2)
Sistem
Pendidikan
Sistem
Pendidikan meliputi: pola pembelajaran-output-monitoring & evaluasi-outcome.
Pola
pembelajaran harus mempertimbangkan/memperhatikan Individual differences karena
perbedaan individual sangat mempengaruhi dalam bidang pendidikan. Untuk itu penting
dibuat monitoring agar outcome/hasilnya sama. Kalau tidak bisa
hidup dalam perbedaan maka kita tidak akan bisa
memiliki output yg sama.
3)
Prinsip
Psikologi
Anak bukan miniatur orang dewasa melainkan
makhluk kecil yang memiliki potensi untuk berkembang. Makna hidup bersama tidak
berarti seragam tetapi saling
menyesuaikan agar hasilnya sama.
Berdasarkan
prinsip di atas muncul pertanyaan baru yaitu mengapa harus ada pendidikan? jawaban terhadap pertanyaan
ini dimulai dari merefleksi pesan moral ini yaitu “Tiada suatu pemberian apapun yang lebih utama dari orang tua kepada
anak selain pendidik yang baik”. Mendidik dan memberikan tuntunan merupakan
hadiah dan perhiasan terindah bagi AUD di masa emasnya (golden age).
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi
keragaman individu
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keragaman individu, diantaranya:
·
Kebudayan
(mutikultural)
·
Perbedaan kelas sosial
ekonomi
·
Perbedaan etnik dan ras
·
Intelijensi
·
Bahasa
·
Keragaman perbedaan
kemampuan (anak berkebutuhan khusus-disabilitas n masalah psikososial)
·
Keragaman pengaruh
gender ( peran sosial di masyarakat)
·
Keragaman karena perbedaan
kemampuan (anak kebutuhan khusus-Gifted
and talented children). siswa cerdas istimewa
Siswa
yang berkesulitan belajar kebanyakan sukar untuk diketahui karena itu banyak
guru yang tidak tahu tentang keberadaan siswa yang berkesulitan belajar.
5)
Apa
Yang Menjadi Orientasi Baru?
Yang menjadi orientasi
baru dalam pendidikan yang mengedepankan perbedaan individu adalah konsep
mengenai potensi bawaan yaitu berbagai
kemampuan yag dimiliki anak sejak konsepsi dan merupakan warisan genetik yang
siap untuk ditumbuhkembangkan melalui pemberian stimulasi. Konsep yang ditawarkan
dalam psikologi terkait potensi bawaan yaitu berkembang tanpa stimulasi
(potensi anak berkembang biasa-biasa saja) dan berkembang secara OED (potensi
anak berkembang optimal). Dengan demikian setiap anak mempunyai pola &
irama perkembangan yang sangat individualis.
Untuk itu beri kesempatan yang berbeda untuk anak yang berbeda.(the right man and the right competences)
Ringkasn
II: Peristiwa belajar
1) Hakikat Belajar.
·
Belajar merupakan suatu
proses
·
Belajar merupakan proses yang membawa perubahan
·
Perubahan berupa
kecakapan baru
·
Perubahan terjadi karena
usaha. Karena itu belajar bukan karena mimpi tetapi sifat belajar itu menetap.
Dengan
demikian belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Di bawah ini merupakan
analisis tentang hakikat belajar:
·
Proses karena bersifat
kontinu dan integral. Aktivitas fisik dan psikis individual melalui pembiasaan.
·
Pengalaman, latihan
(belajar yang paling benar adalah belajar seperti orang belajar naik sepeda)
·
Perubahan: dinamis, progresif
(ada dinamika, berkembang, maju ke depan), arahnya positif (pendidikan), usaha
sadar, disengaja & bertujuan). Prinsip “coca cola”berarti dimana saja,
kapan saja, dan siapa saja bisa belajar.
·
Tingkah laku: tingkah
laku ada yang tampak/tidak tampak. (hasil dari belajar ada yang tampak dan tidak
tampak).Tingkah laku dalam belajar harus nyata dalam perubahan tingkah laku
dipandang dari aspek pribadi yaitu kognitif, afektif, psikomotorik. gabungannya:
interaktif, kreatif. Disebut interaksi kreatif kalau kemampuan seseorang telah
mencapai kematangan kognitif, afektif, dan prilaku. Belajar dalam arti positif adalah untuk
tujuan yang baik sedangkan belajar dalam arti negatif contohnya maling.
2)
Proses
Internalisasi dalam Belajar
1)
Otak
Manusia (Memory)
Proses
internalisasi yaitu proses yang sifatnya relatif mantap dan menetapnya
pengetahuan di dalam diri seseorang. Proses masuknya: short term memory (memori jangka pendek) menuju LTM (long term memory). STM terjadi dalam proses pembelajaran. Setelah
selesai pembelajaran maka informasi masuk dalam long term memory (memori jangka panjang). STM proses penerimaanya panjang
dan terjadi dalam proses pembelajaran. Di dalam LTM terjadi pengolahan dan
penyimpanan kemudian proses belajar secara individual. Proses pembelajaran penting
ketika mendapat kesan pertama melalui media, gaya belajar. Apabila pengetahuan
masuk dalam kondisi yang paling nyaman maka proses penyimpanannya juga akan
baik begitu pun sebaliknya. Pusat penyimpanannya itu di LTM. walaupun proses
belajar mengajar (PBM) sifatnya individual maka peran guru sangat penting dalam
PBM. Kata kunci: “Di dalam pembelajaran
penting seorang guru membuat kesan pertama entah melalui media ataukah gaya
belajar”. Lalu mengapa ada kasus tertentu terjadi lupa? karena pengetahuan yang masuk tidak
tertata dengan baik.
2)
Transformasi
Nilai dalam Proses Pembelajaran
Transformasi
nilai dalam pembelajaran meliputi: Input-proses
transformasi-output. Semua tindakan pendidikan
harus dibuat dengan sadar dan disengaja serta bertujuan. Harapan pendidik bahwa proses pendidikan yang meliputi
aktivitas mendidik, melatih, dan membimbing harus mempunyai hasil sesuai dengan
tujuan belajar. Nilai mula-mula dimiliki oleh pendidik melalui proses
pembiasaan kepada peserta didik kemudian secara eksplisit nilai tersebut
dimiliki oleh peserta didik.
Proses
berikutnya adalah tentang “Imitasi-identifikasi-internalisasi”. Guru adalah contoh
bagi anak, lalu anak membuat identifikasi. Proses identifikasi melahirkan internalisasi pada anak. Anak menjiwai apa
yang menjadi hasil tiruan melalui identifikasi tokoh gurunya. Sedangkan perbedaan
individu dalam belajar yaitu tentang laju dan kecepatan belajar itu
berbeda-beda maka intervensi pendidik pun berbeda. Untuk itu beri kesempatan dan waktu berbeda sesuai
kemampuan peserta didik.
MODEL
PROBLEM BASED LEARNING SEBAGAI IMPLEMENTASI KONSEP PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM
PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI
TUGAS
MATAKULIAH
ORIENTASI
BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu : Dr.
YULIANI NURANI, M. Pd.
OLEH
ADRIANI
TAMO INA TALU
NIM
7516130326
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2013
MODEL PROBLEM BASED
LEARNING SEBAGAI IMPLEMENTASI KONSEP PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN
ANAK USIA DINI
I.
PENDAHULUAN
Banyak kritik yang
ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan
sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada subjek didik
melalui satu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas. Tidak dapat
disangkal bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting namun bukan
terletak pada konsep itu sendiri tetapi terletak pada bagaimana konsep itu
dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar
mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan
masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna(Trianto,2007:
65).
Menurut prasetyo ( ) Gejala umum yang terjadi
pada siswa pada saat ini adalah malas berpikir. Mereka cenderung menjawab suatu
pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa
mengemukakan pendapat atau analisisnnya terhadap pendapat tersebut. Bila
keadaan ini berlangsung terus maka siswa atau mahasiswa akan mengalami
kesulitan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya di kelas dengan
kehidupan nyata. Dengan kata lain pelajaran di kelas adalah untuk memperoleh
nilai ujian dan nilai ujian tersebut belum tentu relevan dengan tingkat
pemahaman mereka. Oleh sebab itu model “PBL” dapat menjadi salah satu solusi
untuk mendorong siswa atau mahasiswa berpikir dan bekerja ketimbang menghafal
dan bercerita.
Dalam model PBL, fokus
pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak saja
mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode
ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu pebelajar tidak saja
harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian
tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan
menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir
kritis. Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah apalagi kalau
masalah tersebut bersifat kontekstual maka dapat terjadi ketidakseimbangan
kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu
sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan di sekitar masalah. Misalnya
pertanyaan apa yang dimaksud dengan, mengapa bisa terjadi? Bagaimana
mengetahuinya?dstnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam
diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada
kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan
pebelajar tentang konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Dari
paparan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan PBL dapat mendorong
siswa/mahasiswa inisiatif untuk belajar secara mandiri.
Pengalaman ini sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola
kerja seseorang bergantung bagaimana dia membelajarkan dirinya. Lebih lanjut
Arends (2004) dalam Trianto (2007) mengatakan bahwa ada tiga hasil belajar yang
diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL antara lain: pertama, inkuiri dan
keterampilan melakukan pemecahan masalah. Kedua, belajar model peraturan orang
dewasa. Ketiga, keterampilan belajar mandiri.
Prinsip-prinsip dasar
dari PBL yang telah diuraikan di atas menjadi dasar dari teori dan menjadi
prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya
sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi siswa harus membangun
sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan dalam
proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang
membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri harus
memanjat anak tangga tersebut.
Pelaksanaan
pembelajaran psikologi pendidikan membutuhkan keterampilan guru dalam
mengimplementasikan strategi dan model pembelajaran agar mampu menjembatani
dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.
Berhadapan dengan
persoalan di atas, muncul pertanyaan
bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang
diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep
tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana
guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa sehingga
dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata.
Bagaimana sebagai guru yang baik dan bijaksana mampu menggunakan model
pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem solving)
dalam pembelajaran anak usia dini?
Bermain peran merupakan salah satu
implementasi dalam pembelajaran PAUD. Bermain peran sebagai solusi problema
hidup. Selama main,anak-anak membuat pilihan-pilihan, mengomunikasikan
pilihan-pilihan itu, dan mengikuti rencana-rencana mereka. Dalam semua area
perkembangan, main peran memberikan stimulasi dan kesempatan untuk pertumbuhan
dan perkembangan potensial. Main peran memberi kesempatan anak untuk mengatasi
masalah dengan cara mereka sendiri.
Dengan demikian,
pelaksanaan pembelajaran pada PAUD membutuhkan keterampilan guru dalam
mengimplementasikan strategi dan model pembelajaran agar mampu menjembatani
sekaligus meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Apa itu Model Pembelajaran Based Learning
2.1.1
Pengertian Model Pembelajaran
Secara khusus model diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu
kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau benda
tiruan dari benda sesungguhnya.
Dalam uraian selanjutnya, istilah
model digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka
konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, yang disebut model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan serta melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Dari uraian di atas maka model pembelajaran merupakan kegiatan yang
tertata secara sistematis sehingga tercipta perubahan yang
aktif di dalam kelas yaitu antara guru dan siswa terjadi umpan balik sehingga
tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap
kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam
mempelajari atau mengalami sutu kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu
proses yang sistematis melalui tahap rancangan dan evaluasi dalam konteks
kegiatan belajar mengajar.
2.1.2
Pengertian “Model Problem Based Learning”
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan untuk pertama kali
oleh Howard Barrows pada awal tahun 70-an dalam pembelajaran Ilmu Pendidikan
Medis di Southern Illionis University School Barrows (1980). Para siswa
mempelajari berbagai kasus yang terjadi pada pasien yang mengidap penyakit
kemudian mencari cara atau teknik penyembuhan yang harus dilakukan. Namun pada
perkembangan selanjutnya model ini meluas pada pembelajaran ilmu Pengetahuan
Alam di perguruan tinggi dan akhirnya dikembangkan di sekolah-sekolah menengah.
Model pembelajaran berbasis masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli
pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran
konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan
paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari
belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata
lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi
lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa
belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif
mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana
siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan
menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri),
menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman
(bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan
pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif. Pembelajaran
berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL.
Pembelajaran berbasis maslah secara
umum merupakan pembelajaran berdasarkan masalah yang terdiri dari menyajikan
kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikna
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey
(dalam Sudjana 2001:19) belajar berdasarkan maslah adalah interaksi antara
stimulus dengan respons merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan
masalah sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secra
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis
serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari
lingkungan akan dijadikan bahan atau materi guna memperoleh pengertian serta
bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat
tinggi. Pembelajaran ini mmbantu siswa untuk memperoleh informasi yang sudah
jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya. Pembeljaran ini cocok untuk megembangkan pengetahuan
dasar maupun kompleks.
Menurut Arends (1997) dalam Trianto
(2007) pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatau pendekatan pembelajaran
di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan mksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran
ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain seperti pembelajaran berdasarkan
proyek, pembelajaran berdasarkan pengalaman, belajar otentik, dan pembelajaran
bermakna.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas.
2.
2 Ciri-ciri Khusus Model Pembelajaran Based Learning
Menurut Arends (2001) dalam Trianto (2007:349) berbagai pengembangan
pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan
akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan yang dua-duanya penting secara sosial dan
secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang
autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam
solusi untuk situasi itu.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pembelajaran masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu
(IPA, Matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam
pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subyek akademik dan terapan
mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata dan
pemerintahan.
3. Penyelidikan autentik.
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis,
dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen
jika diperlukan, membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang
tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang
sedang dipelajari.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya.
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran ”Roots
and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun
program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan
kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya
yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif
segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
5. Kolaborasi.
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama
satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat
dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan keterampilan berpikir.
2.3 Tujuan Model Pembelajaran
Based Learning
Tujuan model
pembelajaran problem based learning
adalah:
1)
Keterampilan berpikir
dan keterampilan memecahkan masalah.
Pembelajaran
berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.
2) Pemodelan
peranan orang dewasa
Bentuk
pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran
sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar
sekolah. Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat
dikembangkan adalah:
·
PBL mendorong kerja
sama dalam menyelesaikan tugas
·
PBL memiliki
elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain
sehingga peserta didik secara bertahap dapat memain peran yang diamati
tersebut.
·
PBL melibatkan peserta
didik dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun
tema/konsep tentang fenomena itu.
3)
Belajar Pengarahan
sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta
didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari dan dari mana
informasi harus diperoleh. Guru hanyalah pembimbing.
Berdasarkan rumusan yang terdapat dalam definisi tentang model
pembelajaran based learning maka tujuan pembelajarannya adalah sebagai berikut:
·
Mengembangkan inkuiri dan
keterampilan berpikir kritis, analitis pada diri siswa dan untuk menemukan
serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar.
·
Membantu pebelajar (siswa belajar
secara mandiri) dan percaya diri
·
Mengasah keterampilan
berpartisipasi dalam tim
III. Mengapa Model Pembelajaran Problem Based
Learning
3.1 Teori
Teori-teori
konstruktivis tentang belajar, yang melakukan pada kebutuhan pelajar untuk
menginvestigasikan lingkungannya dan mengkonstruksikan pengetahuan yang secara
personal berarti memberikan dasar teoritis untuk PBL. John Dewey dalam
Democrazy and Education (1916) mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan
dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas menjadi
laboratorium penyelidikan dan mengatasi masalah kehidupan nyata. Selain John
Dewey para psikolog Eropa seperti Jean Piaget dan Lev Vigotsky banyak
memberikan dukungan teoritis PBL. Mereka berpendapat bahwa anak memiliki sifat
bawaan ingin tahu dan terus memahami dunia di sekitarnya. Pengalamannya ini
akan mengkonstruksi di benaknya representasi-representasi tentang yang mereka
alami. Ketika umur mereka bertambanh dan semakin banyak mendapat kapasitas
bahasa dan ingatan representasi mereka tentnag dunia lebih rumit dan abstrak.
Kebutuhan anak untuk memahami lingkungannya memotivasi mereka untuk
menginvestigasikan dan mengkonstruksikan teori yang menjelaskannya.
Menurut Vigotsky
seorang psikolog Rusia yang percaya bahwa intelek berkembang ketika individu
menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha
mengatasi diskrepansi yang timbul dari pengalaman-pengalaman baru itu. Dalam
usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru. Vigotsky percaya bahwa
interaksi sosial dengan orang lain memacu mengkonstruksikan ide-ide baru dan
meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci Vigotsky
adalah konsepnya tentang Zone of proximal development. Menurutnya
pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan konseptual. Tingkat perkembangan
potensial adalah tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu
dengan bantuan orang lain misalnya guru, orang tua atau temannya. Zona yang
terletak diantara zona tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
konseptual dinamakan zone of proximal
development.
3.2 Prinsip
Beragam model
pembelajaran yang berkembang saat ini. Salah satunya adalah pembelajaran
berdasarkan masalah atau problem based
learning (PBL). Premis dasar PBL adalah belajar merupakan proses konstruksi
pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Glaser (1991)
menyebutkan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan.
Proses kognitif itu disebut juga metakognisi. Proses kognitif selalu
mempengaruhi penggunaan pengetahuan, faktor-faktor sosial, dan kontekstual
dalam pembelajaran.
Ada beberapa prinsip
dalam PBL, yakni:
Prinsip 1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan.
Pembelajaran
tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak
kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih
diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti
menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung
pada kualitas nomor panggil (call number)
yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kogniitif
modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan
disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar
terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada.
Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi tetapi
juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.
Prinsip 2. Knowing About Knowing (Metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang
sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan
keterampilan-keterampilan self monitoring. Secara umum mengacu pada
metakognisi. Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar
seperti setting tujuan (what am i going to do), startegi seleksi (how am i
doing it) dan evaluasi tujuan (did it work?). keberhasilan pemecahan masalah
tidak hanya bergantung pada pemikiran pengetahuan konten (body of knowledge)
tetapi juga penggunaan pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus
keterampilan metakognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri
sendiri yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil
pemecahan masalah masuk akal?
Prinsip 3. Faktor-faktor Sosial Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip ketiga ini
adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki
pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan
tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian
pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar kemudian disertai dengan pemberian
tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Faktor
sosial juga mempengaruhi belajar individu. Glaser (1991) menjelaskan bahwa
dalam kerja kelompok kecil pembelajar mengekspose pandangan alternatif adalah
tantangan nyata untuk mengawali pemahaman. Dalam kelompok kecil pembelajar akan
membangkitkan metode pemecahan masalah dan pengetahuan konseptual mereka.
Mereka menyatakan ide-ide dan membagi tanggung jawab dalam mengatur situasi
ataupun masalah.
Bertolak dari prinsip-prinsip pembelajaran di atas, pembelajaran
berbasis maslah dapat ditelusuri melalui tiga aliran pemikiran pendidikan yaitu
Dewey dan kelas demokratis, Piaget dan Vygotsky (konstruktivisme), dan belajar
penemuan oleh Bruner.
3.3 Pendekatan-Pendekatan
Model Pembelajaran Problem Based Learning
1)
Kurikulum
PBL
tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi
sasaran di mana proyek sebagai pusat.
2)
Responsibility
PBL
menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri
dan panutannya
3) Realisme
Kegiatan
peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang
sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap
profesional
4)
Active
Learning
Menumbuhkan
isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan
jawaban yang relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran
yang mandiri.
5) Umpan
Balik
Umpan
balik meliputi diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah pembelajaran
berdasarkan pengalaman.
6) Keterampilan
Umum
PBL
dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja tetapi
juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seprti pemecahan
masalah, kerja kelompok, dan self management.
7)
Driving
Questions
PBL
difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk
berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip, dan ilmu pengetahuan
yang sesuai
8)
Constructive
Investigations
Sebagai
titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
9) Autonomy
Proyek
menjadikan aktivitas peserta didik sangat penting
3.4 Manfaat Pembelajaran
Problem Based Learning
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000 dalam Trianto:
2007:70-71)
Menurut Sudjana dalam Trianto (2007:71) manfaat khusus yang diperoleh
dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu
para siswa merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran.
Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku tetapi dari maslaah yang ada di
sekitarnya.
IV. Bagaimana Model
Pembelajaran Problem Based Learning
4.1
Prosedur/Tahapan kerja Dari Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pengajaran berdasarkan masalah
terdiri dari lima (5) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan
siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil
kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan di bawah ini:
Tahap pertama, orientasi siswa pada
masalah. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Tahap kedua, mengorganisasi siswa
untuk belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengoragnisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap ketiga, membeimbing
penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap keempat, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Tahap kelima, menganlisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalh. Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan.
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru),
kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui
dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa
dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka
terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai
fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga
dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti
kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang
berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan
data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan,
berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan
bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata
lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka
pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata
pada kehidupan sehari-hari.
4.2
Evaluasi Program Untuk menilai
Keberhasilan Model Problem Based Learning
Seperti halnya dalam model pembelajaran
yang lain seperti model pembelajaran kooperatif, dalam model pengajaran
berdasarkan masalah fokus perhatian pembelajaran tidak pada perolehan
pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penialaian tidak cukup bila penilaiannya
hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai
dengan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang
dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.
Tugas asesmen dan evaluasi yang
sesuai untuk model pembelajaran berdasarkan masalah terutama terdiri dari menemukan
prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan
siswa, misalnya dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil. Asesmen kinerja
dapat berupa asesmen melakukan pengamatan, asesmen merumuskan pertanyaan,
asesmen merumuskan sebuah hipotesa dsbnya.
Berkaitan dengan penilaian program,
penilaiannya dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas
Pendidikan secara berkesinambungan.
Penilaian program dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan model
pembelajaran sebagaiamana yang telah ditetapkan serta sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan zaman.
V.
Kiat Keberhasilan
5.1
Kiat dan Saran Bagi Guru/Pihak Sekolah
Hal penting yang harus diketahui
adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar
pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani prilaku
siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki panduan
mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok.
Salah satu masalah yang cukup rumit
bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan
masalah adalah bagaimana menangani siswa baik individual maupun kelompok, yang
dapat menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat. Dengan kata lain
kecepatan penyelesaian tugas tiap individu maupun kelompok berbeda-beda. Pada
model pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan untuk mengerjakan tugas
multi (rangkap), dan waktu penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat
berbeda-beda. Hal tersebut mengakibatkan diperlukannya pengelolaan dan
pemantauan kerja siswa yang rumit.
Dalam model pembelajaran berdasarkan
masalah guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, dan hal ini
biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Aturan dan prosedur yang
jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah
guru harus menyampaikan aturan, tata krama, dan sopan santun yang jelas untuk
mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar
kelas termsuk di dalamnya ketika melakukan penyelidikan di masyarakat.
5.2
Kiat Keberhasilan Dari Penataan Kelas
Model pembelajaran PBL
pada umumnya berbentuk suatu proyek untuk diselesaikan oleh sekelompok siswa
dengan bekerja sama. Dalam menerapkan PBL, siswa dimungkinkan bekerja dengan
beragam material dan peralatan dan dalam pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam
kelas, di perpustakaan atau di laboratorium bahkan dapat pula dilakukan di luar
sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan
kebutuhan untuk penyelidikan siswa haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama
bagi guru yang menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah.
Di bawah ini merupakan
contoh implementasi model problem based
learning dalam konteks pembelajaran AUD (tertera dalam rencana pembelajaran
sentra seni).
Rencana Pembelajaran Sentra Seni
Tema : Kebutuhanku
Topik : Makanan dan MInuman
Waktu :
Jumlah Siswa : 12 orang
Tujuan:
1.
Anak mengenal beragam
makanan dan minuman sesuai kebutuhan tubuh.
2.
Anak mampu menggunakan
alat sesuai fungsi
3.
Anak mengenal kandungan
zat yang terdapat dalam makanan dan minuman.
4.
Anak mengetahui fungsi
dan manfaat kandungan zat dalam makanan bagi tubuh
5.
Anak bisa
mengaplikasikan pemahaman materi saat bermain dalam sentra seni
6.
Anak mengetahui beragam
lauk pauk
7.
Anak mampu menciptakan
sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan minuman dengan berbagai media.
8.
Anak mampu menggambar
dan mewarnai
9.
Anak mampu menggunakan
alat-alat dalam berkreasi sesuai kebutuhan
Media Guru:
·
Buku materi tentang
kebutuhanku
·
Lagu
Media Anak:
·
Macam-macam peralatan
gambar, seperti kertas gambar besar dan krayon.
·
Macam-macam peralatan
seni: kertas oligami, lem, gunting.
Strategi:
1)
Motivasi:
·
Memperlihatkan gambar
makanan dan minuman: sayuran, buah-buahan, daging, ikan, telur, dll.
·
Menyanyikan lagu dan
teka teki.
2) Kegiatan:
·
Kegiatan main yang mengalirkan
materi tema “kebutuhanku” khususnya topik makanan dan minuman kepada anak untuk
membangun konsep tentang kebutuhanku.
Ø Menggmabr
Ø Menempel
Ø Merangkai
Prosedur:
·
Pijakan lingkungan
main:
Guru menata alat dan
bahan yang akan digunakan guru dan anak sesuai rencana.
·
Pijakan awal main:
Ø Anak
duduk membuat lingkaran, mengucapkan slam pembuka, berdoa, bernyanyi lagu tema
yang ditentukan.
Ø Diskusi
tentang kebutuhan anak tentang makanan
Ø Menggunakan
koa kata baru dan memperagakan konsep-konsep yang tertuju pada proyek yang akan
dibuat.
Ø Bicara
tentang aturan dan prosedur kerja
Ø Memberi
anak waktu: menginformasikan gagasan untuk mengerjakan proyek
·
Pijakan Individu saat
main
Ø Guru
bergerak di antara anak, mengamati, mencatat interaksi main anak sesuai
kebutuhan.
Ø Guru
memberi dukungan yang dibutuhkan anak saat berkarya
Ø Guru
menjaga dan membantu anak konsisten dengan urutan kerja
Ø Berusaha
untuk mendukung dalam keberhasilan interaksi anak.
Ø Guru
memberi pijakan untuk mengembangkan tahapan main anak
Ø Menginformasikan
fungsi makanan dan kandungannya.
Ø Guru
memberi tanda (aba-aba dengan waktu 10-20 menit) sebagai transisi untuk
menghentikan kegiatan.
Ø Beres-beres,
anak diajak untuk menyimpan dan mengembalikan alat-alat pendukung ke tempat
semula.
·
Pijakan Setelah Main
Ø Guru
mengajak anak-anak duduk bersama membuat lingkaran untuk Recaling.
Pertanyaan
1) Sebutkan
macam-macam makanan dan minuman.
2) Apa
manfaat makanan dan minuman bagi tubuh kita?
3) Sebutkan
kandungan yang terdapat dalam makanan dan minuman?
4) Apa
manfaat kandungan dalam makanan dan minuman?
5) Apa
peranan seseorang di sekitar lingkungan kita?
6) Apa
yang dimaksud dengan makan dan minum sesuai kebutuhan?
·
Evaluasi
Ø Pengamatan
langsung
Ø Mencatat
pencapaian tahapan main anak
Ø Mencatat
ungkapan, pertanyaan, dan pernyataan anak.
DAFTAR RUJUKAN
BUKU
Nasution, S. 2011. Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Trianto. 2007. Model-model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
JURNAL
Prasetyo Iis. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi Warga Belajar Program
Pendidikan Kecakapan Hidup.
Sugandi, Asep Ikin & Utari
Sumarmo. 2010. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Setting Kooperatif
Jigsaw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Siswa
SMA.
TESIS
Pitadjeng.2008. Keefektifan
Pembelajaran Berbasis Masalah Bernuansa Jigsaw Berbantuan CD pembelajaran Pada
Penjumlahan Pecahan Di Kelas IV SD.